0 Rumah Peneleh | Tentang Bencana Pasigala; Segala yang Terjadi adalah Hal Baik dari Allah

Tentang Bencana Pasigala; Segala yang Terjadi adalah Hal Baik dari Allah

WhatsApp Image 2018-11-19 at 08.58.04

Tentang Bencana Pasigala; Segala yang Terjadi adalah Hal Baik dari Allah

Oleh -Nabila-

Aktivis Peneleh Palu

Saya bingung dari mana harus memulai kisah ini. Begitu banyak pilu masyarakat yang mengganggu rasa dan rasio saya. Nyatanya Al khoir fii ma waqo “Segala yang terjadi adalah hal baik dari Allah”.

1 bulan berlalu pasca bencana gempa, tsunami dan likuifaksi, keadaan mulai membaik (kota Palu). Tapi untuk Kab.Sigi dan beberapa desa di Kab.Donggala masih menjerit meminta bantuan, terlebih untuk keperluan tenda dan makanan. Desa Dolo, Kulawi, Pantoloan dan

masih banyak lagi pemukiman yang sangat membutuhkan uluran tangan baik relawan maupun pemerintah.

Palu, Sigi, dan Donggala adalah 3 Kabupaten yang ada di Sulawesi Tengah yang terkena dampak bencana. Dari ke-3 Kabupaten tersebut, Kab.Sigi merupakan yang paling parah tingkat kerusakannya. Akibat gempa 7.4 SR yang hebat itu mampu meluluhlantahkan akses jalan transportasi, wilayah perkantoran, hingga bangunan sekolah SD-SMA, yang jelas saja membuat anak-anak disini tidak bisa melakukan pembelajaran secara formal.

Untuk itu kami tanggap, “Sekolah Ceria Jang Oetama” Program yang diadakan Yayasan Rumah Peneleh ini berlangsung mulai pertengahan bulan Oktober kemarin, target kami berada di desa Lolu, SD Inpres 1 Lolu, Kab.Sigi, Sulawesi Tengah. Dengan total sebanyak

350 orang anak yang saat ini sedang mengungsi di Posko 5 Kab. Sigi.

Hari Pertama, kami masih menyelami ekspresi anak-anak yang terbilang cukup panik, takut dan was-was. Pasalnya hari pertama Sekolah Ceria ini kami selenggarakan di Masjid sekitaran Posko 5 yang masih tahap pembangunan. Walaupun demikian, mereka datang hampir keseluruhan yang menandakan antusias belajar anak-anak ini masih kuat, dan sedikit membuat kami lega ketika mereka mulai berbaur, tepuk tangan lalu tertawa. Benar, bahagia itu sederhana, tawa mereka memberi atmosfir positif kepada kami.

Berlalu dengan penuh arti, Hari ke-4 Sekolah Ceria yang semulanya dalam Masjid, kini kita harus belajar di tenda yang sudah berdiri disamping Masjid berkat kerjasama dengan Kagama Care. Terbilang cukup gerah dan panas, 30°C cuaca saat ini, jangankan siang hari, pada saat malampun sangat panas. Tapi kami kembali lagi ke anak-anak, mereka semakin kuat dan sabar hingga hari-hari kami lalui dengan sangat ceria.

Dalam perspektif kami memang merasa berhasil, tetapi hari terakhir Sekolah Ceria kami sadar telah membuat masalah baru. Anak-anak menangis sejadi-jadinya, merengek dengan air mata yang tak tanggung-tanggung, bahkan selama proses belajar beberapa anak yang terbilang nakal dan tidak bisa diatur, malah merekalah yang sangat merasa kehilangan. Saya dan teman-temanpun demikian, kesedihan tidak bisa dipungkiri bahwa memang benar kesusahan hati mereka sudah masuk dalam kalbu kami.

Mereka berpesan manis agar kami berkunjung lagi kesana, kapanpun itu.

Tak hanya program Sekolah Ceria, dengan donasi dari masyarakat seluruh Indonesia baik berupa uang tunai, sembako maupun pakaian. Kami membidik beberapa panti asuhan dan pesantren untuk penyaluran amanah dari masyarakat.

Dari 5 tempat yang kami survey, ada satu yang membuat saya sangat tersentuh, yaitu Taman ilmu Nurul Fath. Apa yang kalian pikirkan saat melihat namanya? Taman baca bukan? Lalu taman baca yang bagaimana yang kalian pikirkan? Sejuk, asri dan nyaman?

Taman Ilmu Nurul Fath ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keluarahan Kawatuna, Kota Palu. Berdiri sebuah rumah panggung minimalis yang isinya hanya beberapa buku yang sudah usang. Ini adalah pemukiman yang dihuni para pemulung sehingga taman bacanya di isi oleh anak-anak para pemulung sampah, karena berhubung tempatnya bersebelahan dengan Tempat Pembuangan Akhir. Pemukiman ini di isi kurang lebih 20 KK yang semuanya adalah pemulung. Anak-anaknya sekitar 20 orang yang hampir keseluruhan tidak sekolah secara formal.

Mereka hanya mengandalkan rumah panggung itu untuk menuntut ilmu.

Tidak usah ditanya lagi nyaman tidaknya, baunya menyengat parah. Kalau kita sebagai orang baru yah pasti tidak akan bisa sanggup, kotoran sapi, kambing, anjing berserakan dimana-mana.

Mereka belum mendapatkan sama sekali bantuan, gubuk-gubuk ini belum mendapatkan bantuan. Sangat miris, truk-truk lewat lalu-lalang hanya membawa sampah bekas gempa dan tsunami bukan bantuan logistik untuk mereka. Ya namanya pemulung,

bahkan hadiah sampah sekalipun mereka bahagia minta ampun.

Untuk itu, mari kita semua bergerak bersama untuk mereka. Semata-mata bentuk penghambaan kepada Allah SWT Yang Maha Kaya.

/ Berita, Essay

Share the Post

About the Author

Comments

No comment yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

en_USEnglish
en_USEnglish